Posts

Showing posts with the label Demak

Prosesi Grebeg Besar Demak

   Dilaksanakan setahun sekali, berlangsung selama 10 hari di kabupaten Demak. Diawali dengan saling bersilaturahmi antara pihak Kasepuhan Kadilangu dengan Bupati beserta jajarannya.Alurnya yaitu, Bupati Demak beserta jajarannya bersilaturahmi ke Kasepuhan Kadilangu yang bertempat di Pendopo Notobratan Kadilangu Demak. Selanjutnya, sesepuh Kadilangu dan keluarha Kasepuhan bersilaturahmi ke Kabupaten Demak dan biasanya mereka diterima Bupati di ruang tamu Kadiparen Demak. Selesai bersilaturahmi, Bupati beserta jajarannya kemudian berziarah ke makam-makam leluhur Sultan Bintoro di kompleks Masjid Agung Demak dan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak. Selanjutnya, bupati beserta jajarannya menuju lapangan Tembiring Jogo Indah untuk meresmikan pembukaan keramaian Grebeg Besar. Keramaian yang dikatakan mirip pasar malam ini biasa disebut masyarakat Demak dengan nama Besaran.  Seperti sebuah pasar malam pada umumnya. Suasana saat Besaran diramaikan dengan banyaknya penjual yang menjual

Sejarah Grebeg Besar Demak

     Grebeg telah ada sejak 1428 tahun saka (1506 M) pada zaman Majapahit. Secara turun-temurun para Raja Jawa mengadakan upacara peyembelihan seekor kerbau jantan yang masih liar sebagai sesajen kepada dewa atau arwah para leluhur, upacara tersebut disebut Rajaweda. Dengan harapan Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kemakmuran dan dijauhkan dari malapetaka. Dalam peristiwa ini masyarakat datang menghadap raja untuk menyampaikan sembah baktinya, kemudian raja keluar dari keraton, lalu duduk di singgasana keemasan (dhamar kencono) di bangsal ponconiti sambil diiringi (ginarebeg)  oleh putra dan segena punggawa keraton. Sejak Demak Bintoro dibawah kekuasaan Raden Patah, upacara tersebut dianggap bertentangan dengan ajaran agama Islam. Akhirnya, upacara tersebut dihapuskan. Penghapusan upacara Rajaweda yang telah diadakan selama berabad-abad menimbulkan keresahan sebagian kalangan masyarakat. Mereka khawatir akan timbul wabah penyakit menular akibat dihapuskannya upacara tersebut. Atas sar

Sejarah Raden Patah (Raja Demak Pertama)

Image
     Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1475. Raden Patah merupakan raja pertama Kerajaan Demak yang memerintah pada tahun 1475 – 1518 M.  Bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Namun menurut serat  Pranitiradya, Raden Patah bergelar Sultan Syah Alam Akbar. Sementara dalam hikayat Banjar, gelar Raden Patah adalah Sultan Surya Alam. Menurut Babat Tanah Jawa, Raden Patah merupakan keturunan Kerajaan Majapahit, memiliki darah campuran Tionghoa. Ayahnya bernama Brawijaya dan ibunya bernama Siu Ban Ci, seorang wanita berdarah Tionghoa. Tetapi, disebtukan bahwa Siu Ban Ci pada saat itu telah memeluk agama Islam. Melalui didikan ibunya, Raden Patah pertama kali mengenal kaidah-kaidah Islam, dan belajar mengenai ilmu pemerintahan kepada Arya Damar. Saat menginjak usia dewasa, Raden Patah semakin tertarik dan ingin mengenal Islam lebih dalam. Ia merasa tidak puas dengan apa yang diajarkan oleh ibunya dan Arya Damar kepadanya. T

Tradisi Megengan Orang Demak

  Untuk menyambut bulan ramadhan, di setiap daerah memiliki tradisi yang berbeda-beda sesuai dengan adat istiadat setempat. Jika di Semarang ada Dugderan, di Kudus namanya Dandhangan, maka di Demak namanya Megengan. Megengan merupakan tradisi penyambutan bulan ramadhan dengan sejumlah kesenian adat di daerah masing-masing, khususnya Pulau Jawa.             Megengan sendiri dalam bahasa Jawa bermakna “menahan”, dimana umat Islam diwajibkan untuk berpuasa yakni menahan hawa nafsunya. Sebagai tradisi penyambutan bulan puasa, diharapkan ada persiapan khusus dari masyarakat dalam menghadapi bulan yang disucikan dalam Agama Islam tersebut. Mengenai sejarahnya, megengan merupakan hasil akulturasi dari budaya lokal Jawa dan budaya Islam. Sebelum datangnya Agama Islam di Pulau Jawa melalui Walisongo, pada zaman pemerintahan Majapahit juga bisa didapati teradisi serupa dengan sebutan “Ruwahan”. Tradisi ini berkaitan dengan Bulan Ruwah (bulan Jawa yang bersamaan dengan Bulan Sya’ban pada pena