Prosesi Grebeg Besar Demak
Dilaksanakan setahun sekali, berlangsung selama 10 hari di kabupaten Demak. Diawali dengan saling bersilaturahmi antara pihak Kasepuhan Kadilangu dengan Bupati beserta jajarannya.Alurnya yaitu, Bupati Demak beserta jajarannya bersilaturahmi ke Kasepuhan Kadilangu yang bertempat di Pendopo Notobratan Kadilangu Demak. Selanjutnya, sesepuh Kadilangu dan keluarha Kasepuhan bersilaturahmi ke Kabupaten Demak dan biasanya mereka diterima Bupati di ruang tamu Kadiparen Demak.
Selesai bersilaturahmi, Bupati beserta jajarannya kemudian berziarah ke makam-makam leluhur Sultan Bintoro di kompleks Masjid Agung Demak dan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak. Selanjutnya, bupati beserta jajarannya menuju lapangan Tembiring Jogo Indah untuk meresmikan pembukaan keramaian Grebeg Besar. Keramaian yang dikatakan mirip pasar malam ini biasa disebut masyarakat Demak dengan nama Besaran.
Seperti sebuah pasar malam pada umumnya. Suasana saat Besaran diramaikan dengan banyaknya penjual yang menjual berbagai dagangannya seperti makanan, minuman, maianan, pakaian, ditambah dengan berbagai pertunjukan seperti pertunjukan tong setan, ombak banyu, dan lain-lain. Keramaian tersebut merupakan sebuah hiburan sekaligus ladang usaha untuk masyarakat Demak dan sekitarnya. Sebagian penjual memepercayai dengan berjualan di Tembiring Jogo Indah saat perayaan Grebeg Besar dapat memperoleh penghasilan lebih, karena mendapat keberkahan dari para wali, sehingga dagangan yang dijual menjadi laris.
Pada malam menjelang Idul Adha (10 Dzulhijjah) dilaksanakan slametan tumpeng sembilan di Masjid Agung Demak. Tumpeng sembilan lengkap dengan lauk pauknya melambangkan jumlah 9 wali (walisongo). Disertai dengan penyerahan dari Bupati Demak kepada Takmir Masid Agung Demak untuk dibagikan kepada pengunjung.
Tumpeng sembilan diarak dari pendopo Kebupaten Demak menuju Masjid Agung Demak dengan dikawal empat puluh prajurit berseragam putih memegang obor. Arak-arakan tersebut diawali dengan empat orang yang membawa spanduk kemudian diikuti oleh grub rebana, lalu dibarisan berikutnya para ulama dan santri. TNI dan anak-anak pramuka yang berbaris panjang juga ikut serta mengawal arak-arakan tersebut agar berjalan dengan lancar dan aman. Kemudian barisan selanjutnya tumpeng sembilan yang masing-masing ditopang oleh dua orang untuk delapan tumpeng yang berbentuk kerucut, dan empat orang untuk tumpeng barisan pertama yang berbentuk miniatur Masjid Agung Demak. Para pengantar tumpeng mengenakan pakaian surjan (pakaian khas Sunan Kalijaga berwarna coklat gelap dengan garis-garis vertikal).
Selain itu, pada malam tersebut juga diadakan slametan ancak yang dilaksanakan di serambi tangan (peringgitan) Kasepuhan Kadilangu. Adapun yang hadir dalam slametan tersebut adalah ahli waris Kanjeng Sunan Kalijaga dari berbagai daerah berkumpul untuk turut serta menghadiri upacara penjamasan pusaka (pencucian pusaka) Sunan Kalijaga. Turut serta hadir dalam slamaetan tersebut yaitu para santri di daerah sekitar Demak.
Setelah semua keluarga dan para tamu berkumpul di serambi tengan (peringgitan), pada pukul 20.00 WIB nasi ancak dikerluarkan untuk didoakan bersama dalam slametan tersebut, dengan diawali prakata dari sesepuh ahli waris keluarga Kanjengn Sunan Kalijaga Kadilangu. Adapun isi prakata tersebut yaitu bahwa tujuan dari slametan ancak adalah untuk memohon kepada Allah SWT serta para leluhurnya agar dalam pelaksanaan penjamasan pusaka (pencucian pusaka) yang diadakan esok harinya dapat berjalan dengan selamat.
Selesai slametan tumpeng sembilan dan slametan ancak, maka seluruh kasepuhan dan ahli waris keluarga Kanjeng Sunan Kalijaga menuju makam Sunan Kalijaga untuk melaksanakan tahlil dan doa bersama dengan masyarakat umum.
Pada tanggal 10 Dzulhijjah pagi. Masyarakat Demak melaksanakan sholat Idul Adha bersama di Masjid Agung Demak, kemudian dilanjutkan dengan pemotongan kewan qurban untuk dibagikan kepada masyarakat Demak yang membutuhkan. Selanjutnya, pada pukul 09.00 WIB di Pendopo Kebupaten Demak telah siap pembawa minyak jamas, yaitu Manghgala Yudha dan Prajurit Patang Puluh (Prajurit empat puluh) yang siap mengawal minyak jamas yang berasal dari Bupati Demak yang diidentikkan dengan Sultan Bintoro pada zaman dahulu. Minyak tersebut dibawa dari Pendopo Kabupaten Demak menuju Kadilangu dengan perosesi penyerahan dari dayang-dayang kepada Bupati kemudian dilanjutkan penyerahan kepada lurah tamtama untuk diserahkan kepada sesepuh Kadilangu.
Dalam iring-iringan pengantaran minyak jamas dari Pendopo Kabupaten Demak menuju Kadilangu ini serangkaian prosesinya menggunakan adat Jawa dengan bahasa krama inggil. Bupati dan segenap peserta iring-iringan menggunakan kostum khas Jawa. Sebelum, iring-iringan berangkat dada sebuah pertunjukan kesenian berupa tari Bedhaya Tunggal Jiwa yang menggambarkan “Manunggaling kawula gusti” yang dibawakan oleh sembilan pecari dengan iringan lagu lir-ilir ciptaan Sunan Kalijaga.
Setelah sampai di Kadilangu, minyak jamas kemudian diserahkan kepada sesepuh Kadilangu. Sesepuh, ahli waris, juru kunci semua telah siap menunggu dan menerima minyak jamas dari Kabupaten Demak. Serah terima minyak tersebut dari lurah tamtama kepada sesepuh Kadilangu, berikutnya kepada abdi dalem Suronoto untuk ditempatkan dalam bokor yang berisi botol tempat minyak jamas. Sesepuh dan ahli waris diikuti oleh putri domas pembawa minyak jamas berangkat dari ndalem Natabratan menuju makam Sunan Kalijaga untuk melaksanakan penjamasan pusaka (pencucian pusaka). Bupati beserta jajarannya kemudian masuk ke kawasan makam Sunan Kalijaga untuk turut serta mengikuti prosesi penjamasan yang akan dilakukan oleh pihak Kasepuhan Kadilangu.
Dalam acara penjamasan pusaka (pencucian pusaka) Sunan Kalijaga, ada tiga tim ini (sesepuh, juru kunci Astana Ageng, dan juru kunci Astana Gendok) yang dibantu oleh enam petugas dengan ditunjuk oleh pihak Kasepuhan Kadilangu. Enam orang tersebut biasanya masih termasuk ahli waris Kanjeng Sunan Kalijaga dan orang yang dapat dipercaya. Penunjukan keenam petugas ini tidak tetap setiap tahunnya, disesuaikan dengan situasi.
Sebelum melaksanakan prosesi penjamasan pusaka (pencucian pusaka) diadakan tahli terlebih dahulu. Para tim penjamasan sebelum pelaksanan juga telah melaksanakan ritual berupa puasa. Karena prosesi penjamasan pusaka (pencucian pusaka) harus dilaksanakan dalam kondisi hati yang bersih dan tidak disertai hawa nafsu. Dalam prosesinya, tim penjamasan mengenakan pakaian warna hitam, kain coklat, blangkon hitam, dan alas kali hitam. Di leher tim penjamasan tergantung samir berwarna kuning keemasan (kecuali sesepuh menggunakan warna hitam). Tim inilah yang bertugas membantu sesepuh melakukan penjamasan terhadap pusaka Kotang Antakusuma dan Keris Kyai Carubuk.
Penjamasan dilakukan oleh sesepuh Kadilangu dengan cara tangann sesepuh dicelupkan pada minyak jamas kemudian diusapkan ke pusaka Kotang Antakusuma yang masih tetap di dalam peti, sementara penjamasan pusaka Keris Kyai Carubuk dilakukan oleh juru kunci Sentono Gendok dengan menggunakan bulu ekor ayam putih mulus. Caranya, bulu ekor ayam tersebut dicelupkan pada minyak jamas sedikit demi sedikit kemudian dioleskan pada pusaka. Selama penjamasan berlangsung, tim penjamasan harus menutup mata. Karena menurut keyakinan, siapapun yang mencoba melihat pusaka Sunan Kalijaga akan mendapat musibah.
Setelah selesai melaksanakan penjamasan pusaka (pencucian pusaka) Sunan Kalijaga, sesepuh dan timnya kemudian kembali ke Natabratan Kadilangu untuk beristirahat sebentar, sebelum menerima masyarakat yang ingin berjabat tangan. Sesepuh Kadilangu disongsong oleh ribuan masyarakat yang sudah menunggu di luar karena berharap mendapatkan berkah dari sisi minyak jamas yang masih melekat pada tangan sesepuh Kadilangu.. Prosesi penjamasan tersebut memiliki daya tatik tersendiri dari masyarakat sehingga ribuan orang dari berbagai daerah memadati kompleks makam Sunan Kalijaga, dan disepanjang jalan yang dilalui iring-iringan minyak jamas.
Sementara pata petugas beristirahat, para tamu undangan dan keluarga ahli waris Sunan Kalijaga melaksanakan slametan Riyayan (slametan hari raya) yang sudah dipersiapkan semenjak pagi hari. Slametan ini dimulai dengan doa bersama dipimpin oleh Imam Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu. Diadakannya slametan dimaksudkan sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT atas terlaksananya penjamasan pusaka (pencucian pusaka) Sunan Kalijaga dengan selamat dan lancar. Setelah slametan selesai, para petugas penjamasan yaitu sesepuh Kadilangu kemudian meluangkan waktu untuk menyambut para pengunjung yang ingin bersalaman dengan harapan mendapat berkah.
Selesai acara penjamasan pusaka (pencucian pusaka) Sunan Kalijaga, maka berakhirlah serangkaian tradisi Gerbeg Besar dengan ditandai acara penutupan.
Comments